Senin, 26 Agustus 2019

Tugas 9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar di Kelas


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR DI KELAS
A.                Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Muhibbin  Syah mengemukakan  bahwa  secara  global,faktor-faktor  yang mempengaruhi belajar peserta didik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni
1.      Faktor  internal  peserta  didik,  yakni  keadaan/kondisi  jasmani  dan  rohani peserta didik;
2.      Faktor  eksternal  peserta  didik,  yakni  kondisi  lingkungan  di  sekitar peserta didik
Selanjutnya Muhibbin Syah menjelaskan bahwa faktor internal peserta didik meliputi:
a.       Aspek fisiologis,  seperti  keadaan  mata  dan  telinga;
b.      Aspek psikologis,  seperti  intelegensi,  sikap,  bakat,  minat,  dan  motivasipeserta  didik.
Sedangkan faktor eksternal peserta didik meliputi:
a.       Lingkungan sosial peserta didik
b.      Lingkungan non sosial (rumah, gedung sekolah, dan sebagainya).
Kelima   faktor   yang   mempengaruhi pembelajaran akan diuraikan sebagai berikut:
a.       Motivasi
Motivasi menurut Sumadi Suryabrata sebagai dikutip Djaali adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu  guna  pencapaian  suatu  tujuan.Menurut  Abdurrahman  Shaleh  bahwa Motivasi  merupakan  pendorong  suatu  organisme  untuk  melakukan  sesuatu.
Dimyati mengemukakan bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan  dan  mengarahkan  perilaku  manusia,  termasuk  perilaku  belajar.Sementara  menurut  Gates  dan  kawan-kawan  mengemukakan  bahwa  motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis  yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu.23Greenberg menyatakan bahwa motivasi adalaah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku arah dan tujuan.sehubungan dengan  kebutuhan  hidup  manusia  yang  mendasari  timbulnya motivasi, Abraham Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan dasar hidup manusia terbagi atas lima tingkatan, yaitu:
1)      Kebutuhan  fisiologis, yaitu kebutuan  pokok  yang  harus  dipenuhinya  dengan segera  seperti  keperluan  untuk  makan,  minum,  berpakaian,  dan  bertempat tinggal.
2)      Kebutuhan   keamanan, yaitu   kebutuhan   seseorang   untuk   memperroleh keselamatan,   keamanan,   jainan,   atau   perlindungan   dari   ancaman   yang membahayakan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya
3)      Kebutuhan  sosial, yaitu  kebutuhan  seseorang  untuk  disukai  dan  menyukai, dicintai  dan  mencintai,  bergaul,  berkelompok,  bermasyarakat,  berbangsa,  dan bernegara.
4)      Kebutuhan  akan  harga  diri, yaitu kebutuhan  seseorang  untuk  disukai  dan menyukai,   dicintai   dan   mencintai,   bergaul,   berkelompok,   bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
5)      Kebutuhan akan aktualisasidiri, yaitu kebutuhan seseorang untuk memperoleh kebanggaan,  kekaguman,  dan  kemasyhuran  sebagai  pribadi  yang  mampu  dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa.
b.      Sikap
Trow sebagai  dikutip  Djaali mendefinisikan  sikap  sebagai  suatu  kesiapan mental  atau  emosional  dalam  beberapa  jenis  tindakan  pada  situasi  yang  tepat.Sementara  Allport  seperti  dikutip  Gable  mengemukakan  bahwa sikap  adalah sesuatu   kesiapan   mental   dan   saraf   yang   tersusun   melalui   pengalaman   dan memberikan  pengaruh  langsung  kepada  respon  indidividu  terhadap  semua  obyek atau situasi yang berhubungan dengan obyek itu. 31Harlen mengemukakan bahwa sikap  merupakan  kesiapan  atau  kecenderungan  seseorang  untuk  bertindak  dalam menghadapi suatu obyek atau situasi tertentu.
Dari      beberapa   pengertian   sikap   di   atas,   maka   sikap   merupakan kecenderungan  untuk  bertindak  berkenaan  dengan  obyek  tertentu.  Sikap  bukan tindakan nyata (overt behavior) melainkan masih bersifat tertutup (cover behavior).Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, sikap belajar dapat diartikan sebagai  kecenderungan  perilaku  seseorang  tatkala  ia  mempelajari  hal-hal  yang bersifat akademik.
Sikap  belajar  berperan  dalam  menentukan  aktivitas  belajar  siswa.  Sikap belajar  yang  positif  berkaitan  erat  dengan  minat  dan  motivasi.  Oleh  karena  itu, apabila faktor lainnya sama, siswa yang sikap belajarnya positif akan belajar lebih aktif  dan  dengan  demikian  akan  memperoleh  hasil  yang  lebih  baik  dibandingkan siswa yang sikap belajarnya negatif.
Cara mengembangkan sikap belajar yang positif:
1)      Bangkitkan    kebutuhan    untuk    menhargai    keindahan,    untuk    mendapat penghargaan, dan sebagainya
2)      Hubungkan dengan pengalaman yang lampau
3)      Beri kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik.
4)      Gunakan berbagaimetode mengajar seperti diskusi, kerja kelompok, membaca, demonstrasi, dan sebagainya.3.MinatMinat  adalah  rasa  lebih  suka dan  rasa  keterikatan  pada  suatu  hal  atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
c.       Minat
Pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat  hubungan  tersebut,  semakin  besar  minatnya.  Crow  and  Crow  mengatakan bahwa   minat   berhubungan   dengan   gaya   yang   mendorong   seseorang   untuk menghadapi  atau  berurusan  dengan  orang,benda,  kegiatan,  pengalaman  yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.37Jadi,  minat  dapat  diekpresikan  melalui  pernyataan  yang  menunjukkan bahwa   siswa   lebih   menyukai   suatu   hal   daripada   hal   lainnya,   dapat   pula dimanifestasikan  melalui  partisipasidalam suatu  aktivitas.  Minat  tidak  dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian.
d.      kebiasaan belajar
Kebiasaan  belajar  dapat  diartikan  sebagai  cara  atau  teknik  yang  menetap pada  diri  siswa  pada  waktu  menerima  pelajaran,  membaca  buku,  mengerjakan tugas,  dan  pengaturan  waktu  untuk  menyelesaikan  kegiatan.  Kebiasaan  belajar dibagi ke dalam dua bagian, yaitu Delay Avoidan(DA) dan Work  Methods(WM). DA   menunjuk   pada   ketepatan   waktu   penyelesaian   tugas0tugas   akademis, menghindarkan  diri  dari  hal-hal  yang  memungkinkan  tertundanya  penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan  yang akan  mengganggu konsentrasi dalam belajar.  Adapun WM  menunjuk  kepada  penggunaan  cara  (prosedur)  belajar  ang efektif, dan efisiensi dalam mengerjakan tugas akademik dan keterampilan belajar.
e.       Konsep Diri
Konsep  diri  adalah  pandangan  seseorang tentang  dirinya  sendiri  yang menyangkut apa  yang ia ketahuidan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya,  serta  bagaimana  perilakunya  tersebut  berpengaruh  terhadap  orang lain.40Di  sini  konsep  diriyang  dimaksud  adalah  bayangan  seseorang  tentang keadaan  dirinya  sendiri  pada  saat  ini  dan  bukanlah  bayangan  ideal  dari  dirinya sendiri    sebagaimana    yang    diharapkan    atau    yang    disukai    oleh    individu bersangkutan.  
Konsep   diri   berkembang   dari   pengalaman   seseorang   tentang berbagai  hal  mengenai  dirinya  sejak  ia  kecil,  terutama  yang  berkaitan  dengan perlakuan oranglain terhadap dirinya.41Konsep diri pada mulanya berasal dari perasaan dihargai atau tidak dihargai, apakah ia diterima dan diinginkan kehadirannya oleh keluarganya. Perasaan inilah yang  menjadi  landasan  dari  pandangan,  penilaian,  atau  bayangan  seseorangmengenai dirinya sendiri yang keseluruhannya disebut konsep diri.Dalam teeori psikoanalisis, proses perkembangan konsep diri disebut proses pembentukan ego(the process of ego formation).
Menurut aliran ini, egoyang sehat adalah egoyang dapat mengontrol dan mengarahkan kebutuhan primitif (dorongan libido)  supaya  setara  dengan  dorongan  dari  super egoserta  tuntutan  lingkungan. Untuk mengembangkan egoatau diri (self) yang sehat adalah dengan memberikan kasih sayang yang cukupdan dengan cara orang tua menunjukkan sikap menerima anaknya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari perkembangnannya.Lebih  lanjut  dikatakan  bahwa  konsep  diri  terbentuk  karena  empat  faktor, yaitu:
1)      Kemampuan (competence);
2)      Perasaan mempunyai arti bagi orang lain (significance to others);
3)      Kebajikan (virtues); 
4)      Kekuatan (power).
   B.     Mengatur Kondisi Kelas dan Iklim Belajar\
Pengelolaan kelas dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah lingkungan belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar apapun yang ditempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru perlu menata dan mengelola lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan menstimulasi setiap anak agar terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran.
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut;
a.      Penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif
b.      Penataan ruang belajar sebagai sentra belajar
c.       Penciptaan atmosfir belajar yang kondusif
d.      Penetapan strategi pembelajaran dan
e.       Pemanfaatan media dan sumber belajar
f.       Penilaian hasil belajar.
Lingkungan sistem pembelajaran meliputi berbagai hal yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas seperti: Kompetensi dan kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian rupa dalam proses pembelajaran
   C.    Kondisi Yang Mempengaruhi Iklim Belajar
Yang menjadi penekanan dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah penciptaan suasana pembelajaran adalah:
a.       Menyenangkan dan mengasyikkan
Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan aspek afektif perasaan. Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke bisa. Guru hendaknya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru. Untuk keperluan itu guru-guru dilatih:
1)      Bersikap ramah
2)      Membiasakan diri selalu tersenyum
3)      Berkomunikasi dengan santun dan patut
4)      Adil terhadap semua siswa
5)      Senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
6)      Menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa.
b.      Mencerdaskan dan menguatkan
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan kecakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:
1)      Memilih tema-tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2)      Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, karena jika anak senang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar.
3)      Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses pembelajaran.
4)      Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah.
Beberapa praktik penciptaan atmosfir belajar yang baik (good practice) dikemukakan berikut ini:
1)      Sebelum memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah dan penuh senyuman guru menyapa beberapa orang siswa dan menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran diawali dengan nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut.
2)      Di awal pelajaran, guru membiasakan siswa untuk berdoa secara bersama agar Tuhan senantiasa memberikan kesehatan dan kemudahan dalam memahami pelajaran. Selanjutnya, guru juga tidak lupa memberikan pencerahan-pencerahan rohani kepada para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati dan menghargai, kejujuran dan tanggung jawab bagi setiap tugas yang diberikan.
3)      Selama proses pembelajaran berlangsung, guru senantiasa mengembangkan bentuk komunikasi yang efektif, agar siswa dapat bertanya atau mengemukakan pendapat dalam suasana yang menyenangkan dan merasa tidak tertekan, tidak takut atau merasa bersalah.


















Daftar Rujukan
Crow  D.  Leatar  &  Crow,  AlicePsikologi  Pendidikan.Yogyakarta:  Nur  Cahya, 1989.
Dimyati dan Mudjiono.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta, 2006.Djaali,
H.Psikologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Djamarah,Syaiful Bahri.Strategi Belajar-Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Gable, Robert K.  Instrumen Development in Affective Domain.Boston: Kluwer.Gates, Arthur
J. et.  al. Educational  Psychology.New  York:  The  MacMillan Company, 1954.

Tugas 8 Masalah Dalam Kelas dan Upaya Pemecahannya


MASALAH DALAM KELAS DAN UPAYA PEMECAHANNYA
A.      Latar Belakang Masalah
Arikunto menjelaskan pengertian kelas sebagai sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Dan yang dimaksud dengan kelas, bukan hanya kelas yang merupakan ruangan yang dibatasi dinding tempat para siswa berkumpul bersama untuk mempelajari segala yang disajikan oleh pengajar, tetapi lebih dari itu kelas merupakan suatu unit kecil siswa yang berinteraksi dengan guru dalam proses pembelajaran dengan beragam keunikan yang dimiliki.edangkan kelas menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua pandangan, yaitu pandangan dari segi fisik, dan pandangan dari segi siswa.
Problema kelas yang mungkin dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran misalnya, masalah anak berbicara di kelas saat guru menerangkan, masalah anak bertengkar saat belajar berlangsung, anak melucu di kelas, anak tercekam emosinya, takut, tertekan, kalut, temperatur kelas yang panas, tempat duduk yang berjubel, susunan tempat duduk yang tidak cocok untuk berdiskusi, dan lain-lain (Cooper, 1982). Kedua jenis gangguan tersebut saling berkaitan satu sama lain dan pada hakikatnya dibedakan dalam empat kategori, yakni gangguan disiplin, iklim sosial, iklim sosio-emosional, dan gangguan fisik.
Gangguan disiplin berkaitan dengan timbulnya pelanggaran terhadap tata tertib kelas. Sedangkan gangguan sosial adalah gangguan iklim pembelajaran yang berhubungan dengan adanya hambatan interaksi sosial anak di kelas. Gangguan ini dapat berupa gangguan interaksi antar anak atau antara anak dan guru. Gangguan antar anak misalnya anak tidak saling menyapa. Dari sebab masalah ini, gangguan manajemen yang muncul adalah iklim sosial kelas yang kurang harmonis, ada gangguan interaksi di antara sejumlah anak di kelas. Sementara itu, gangguan sosio-emosional berkait dengan iklim sosio psikologis kelas. Misalnya anak cemas, takut tertekan, tidak ada hubungan batin antar pribadi di kelas sebagai satu kebutuhan, saling mencurigai, tidak ada komunikasi pribadi yang harmonis.
Selanjutnya, gangguan fisik kelas berhubungan dengan kondisi fisik dan fisis kelas yang tidak kondusif. Kondisi fisik yang dimaksud misalnya, setting ruang kelas yang tidak tepat, susunan kursi yang tidak kondusif, anak duduk berjubel, jendela kelas yang terbuka sehingga anak mudah terganggu dengan situasi di luar kelas, sedangkan kondisi fisi kelas yang mengganggu misalnya, udara kelas yang pengap, panas, dan kurang cahaya (Mercer & Mercer, 1989).
     B.     Kebijakan Penanganan Masalah Dalam Kelas
1.      Masalah Emosi
Menurut Hurlock (dalam Mulyadi, 2004 : 23) pengendalian emosi sangatlah penting jika orang tua menginginkan anaknya mampu berkembang secara normal setidaknya ada dua alasan mengapa pengendalian emosi penting bagi anak. Pertama, masyarakat mengharapkan anak untuk mulai belajar mengendalikan emosi dan masyarakat menilai apakah anak berhasil melakukannya. Anak akan mempelajari ekspresi emosi yang dapat diterima oleh kelompok bergaulnya dan mana yang tidak diterima oleh kelompok bergaulnya. Dengan demikian, anak hanya akan menampilkan ekspresi yang diterima kelompok. Kedua, pola ekspresi emosi termasuk amarah telah dipelajari oleh anak sejak kecil. Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya, semakin mudah pula anak mengendalikan emosinya di masa yang akan datang.
Peran Guru dalam Pengembangan atau Pembelajaran Emosi pada Anak
Terdapat lima cara/ strategi pengembangan emosi pada anak , yaitu:
a.       Kemampuan untuk mengenali emosi diri.
b.      Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi secara tepat
c.       Kemampuan untuk memotivasi diri
d.      Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain
e.       Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain
2.      Masalah Perilaku Sosial
Menurut Peter M. Blau dalam M. Basrowi dan Soenyono (2004:194) perilaku sosial adalah suatu perubahan aktifitas diantara 11 sekurang-kurangnya dua orang. Jadi perilaku sosial adalah bentuk aktifitas yang timbul karena adanya interaksi antara orang dengan orang atau orang dengan kelompok. Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan sosial(Hurlock, B. Elizabeth, 1995: 262 ).
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001: 22). Sebagai bukti bahwa manusiadalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak mengganggu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat .
Berdasarkan uraian diatas perilaku sosial dapat disimpulkan sebagai segala aktifitas manusia yang merupakan bentuk respon terhadap interaksi yang terjadiantara remaja dengan orang lain atau kelompok sosial. Perilaku dapat terwujud dalam gerakan atau sikap dan ucapan. Perilaku seseorang terjadi disebabkan adanya berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, kebutuhan itu antara lain kebutuhan seseorang untuk dapat diterima oleh suatu kelompok atau orang lain dan kebutuhan seseorang untuk menghindar dari penolakan suatu kelompok atau orang lain.
3.      Masalah Moral
Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain, (Santrok : 287). Sedangkan Gibbs, 2003; Power, 2004; Walker dan Pitts, 1998 (dalam Papalia, Old dan Feldman, 117 :2009) menyatakan bahwa perkembangan moral merupakan perubahan penalaran, perasaa, dan prilaku tentang standar menganai benar atau salah. Sementara perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian komplik.
Perilaku moral berarti perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari kelompok sosialnya. Moral berasal dari bahsa latin: mores berarti tatakrama atau kebiasaan. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam bertingkah laku, dimana anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan oleh masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah  perilaku yang gagal menyesuaikan pada harapan sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial.
 Perilaku unmoral  adalah  perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya. Perilaku ini cenderung terlihat pada kanak-kanak. Ketika masih kanak-kanak, anak tidak diharapkan untuk mengenal seluruh tata krama dari suatu kelompok. Begitu anak memasuki usia remaja dan menjadi anggota suatu kelompok, anak dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan kelompoknya. Tingkah laku yang sesuai dengan aturan tidak hanya sesuai dengan dasar-dasar yang ditetapkan secara sosial tetapi juga  perlu diikuti secara suka rela. Hal ini terjadi pada otoritas eksternal maupun internal. Dalam perkembangan moral kelak anak-anak harus  belajar mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian, begitu anak  bertambah besar, ia harus tahu alasan mengapa sesuatu dianggap benar sementara yang lain tidak. Dengan demikian, anak perlu dilibatkan dalam aktivitas kelompok, tetapi yang terpenting tetap perlu mengembangkan harapan melakukan mana yang baik dan mana yang buruk.
4.      Masalah Belajar
Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan "Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya".
Menurut ( Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) "Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan".
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa "belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman". Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :"Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan".
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.

   C.    Macam-Macam Permasalahan Dalam Manajemen Kelas
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
1.      Masalah Individual
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain,mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan.Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
a.       Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian) : Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.
b.      Powerseeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan) :Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
c.       Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam) :Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif.Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
d.      Helplessness (peragaan ketidakmampuan) : Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri.Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
2.      Masalah Kelompok
Ada tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
a.      Kurangnya kekompakan : Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok.Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
b.      Kesulitan mengikuti peraturan kelompok : Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
c.       Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok : Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok.Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d.      Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang :Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan, misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru.Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
e.       Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya.Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu.Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
f.       Kurangnya semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes. Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
g.      Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain.Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok.Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
    D.    Solusi Dalam Permasalahan Manajemen Kelas
Pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kelas akan sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tersebut terhadap tingkah laku siswa, karakteristik, watak dan sifat siswa, dan situasi kelas pada waktu seorang siswa melakukan penyimpangan. Beberapa pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan adalah pendekatan larangan dan anjuran, penghukuman atau pengancaman, penguasaan atau penekanan, pengalihan atau pemasabodohan, pengubahan tingkah laku, iklim sosio-emosional dan proses kelompok (Nurhadi,1983:174) .
1.      Pendekatan Larangan dan Anjuran
Pendekatan larangan dan anjuran adalah pendekatan dalam pengelolaan kelas yang dilakukan dengan memberikan peraturan-peraturan yang isinya melarang siswa melakukan sesuatu yang mencemarkan kegiatan proses belajar-mengajar atau menganjurkan siswa untuk melakukan sesuatu yang mendukung proses belajar-mengajar (Nurhadi,1983:174) .
Larangan dan anjuran ini akan efektif apabila disusun berdasarkan kontrak sosial, sehingga tidak dirasakan oleh siswa sebagai pembatasan yang diberikan oleh sekolah, tetapi lebih dirasakan sebagai kesepakatan bersama yang harus ditaati bersama.
2.      Pendekatan Penguatan Tingkah Laku
Pendekatan ini didasarkan atas pandangan bahwa apabila seorang siswa melakukan tingkah laku yang menyimpang mungkin disebabkan oleh dua hal, yaitu : siswa itu telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu atau mungkin siswa justru belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya. Oleh sebab itu agar siswa tersebut mengetahui tingkah laku yang ia lakukan, maka setiap tingkah lakunya diikuti dengan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku tersebut. Konsekuensi itu dibuat oleh seorang guru sebagai cara dalam melakukan pengelolaan kelas (Nurhadi, 1983: 177).
3.      Pendekatan Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan ini diangkat dari anggapan dasar bahwa suasana yang mendukung proses balajar dan mengajar yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Oleh sebab itu, tugas guru dalam mengelola kelas adalah membangun hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosio-emosional yang positif di sekolah (Nurhadi, 1983: 183).
Menurut Nurhadi (1983: 183) kunci utama untuk mengembangkan iklim sosial emosional yang efektif ada tiga macam yaitu:
a.       Guru hendaknya menampilkan dirinya sebagaimana adanya di hadapan siswa.
b.      Guru mempunyai sikap menerima terhadap siswa, yaitu sikap mempercayai dan menghormati
c.       Guru memahami siswa dengan penuh simpati, yaitu dengan penuh kepekaan terhadap perasaan-perasaan siswa
4.      Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan proses kelompok didasarkan atas dua macam anggapan dasar, yaitu bahwa kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu kelompok kelas. Kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri seperti yang dimiliki oleh sistem sosial, lainnya.Dalam hubungannya dengan kelompok kelas, maka tugas guru dalam mengelola kelas adalah berusaha mengembangkan dan mempertahankan suasana kelompok kelas yang efektif dan produktif. Oleh karenanya guru hendaknya mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang menyangkut ciri-ciri kelompok kelas sebagai sistem sosial. Adapun ciri-ciri yang penting dimiliki oleh kelompok kelas sebagai sistem sosial adalah harapan, kepemimimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi dan keeratan:
a.       Harapan adalah persepsi pada guru dan siswa berkenaan dengan hubungan mereka
b.      Kepemimpinan merupakan tingkah laku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan
c.       Kemenarikan merupakan tingkat hubungan persahabatan diantara anggota kelompok kelas. Tugas guru dalam pengelolaan kelas menjadi berusaha memperlihatkan empati, saling pengertian, sikap mendorong teman, saling menerima dan memberikan kesempatan.
d.      Norma adalah suatu pedoman tentang cara berpikir, merasa dan bertingkah laku yang diakui bersama oleh anggota kelompok.
e.       Komunikasi merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya interaksi kelompok yang bermakna dan memungkinkan terjadinya proses kelompok.
f.       Keeratan adalah keeratan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok kelas. Yang mendorong terjadinya keeratan itu adalah adanya minat terhadap tugas-tugas kelompok, saling menyukai dan anggota kelompok merasa dibantu oleh kelompok kelas (Nurhadi, 1983:184).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kelas sangat dipengaruhi oleh cara guru dalam mengenal tingkah laku, karakterisitik, watak, dan sifat siswa-siswanya ketika siswa-siswa tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam kelas.










Daftar Rujukan
Ahmadi, Abu Dan Tri Prasetya, Joko, Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia,
2005.
Djamarah, Bahri, Syaiful, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Gulo, W., Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia, 2002.
Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, cet. II. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2003.
Jamarah, Syaiful Bahri Dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta,
1996.