MASALAH DALAM KELAS DAN UPAYA
PEMECAHANNYA
A.
Latar
Belakang Masalah
Arikunto
menjelaskan pengertian kelas sebagai sekelompok siswa yang pada waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Dan yang dimaksud dengan
kelas, bukan hanya kelas yang merupakan ruangan yang dibatasi dinding tempat
para siswa berkumpul bersama untuk mempelajari segala yang disajikan oleh
pengajar, tetapi lebih dari itu kelas merupakan suatu unit kecil siswa yang
berinteraksi dengan guru dalam proses pembelajaran dengan beragam keunikan yang
dimiliki.edangkan kelas menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua
pandangan, yaitu pandangan dari segi fisik, dan pandangan dari segi siswa.
Problema
kelas yang mungkin dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran misalnya, masalah
anak berbicara di kelas saat guru menerangkan, masalah anak bertengkar saat
belajar berlangsung, anak melucu di kelas, anak tercekam emosinya, takut,
tertekan, kalut, temperatur kelas yang panas, tempat duduk yang berjubel,
susunan tempat duduk yang tidak cocok untuk berdiskusi, dan lain-lain (Cooper,
1982). Kedua jenis gangguan tersebut saling berkaitan satu sama lain dan pada
hakikatnya dibedakan dalam empat kategori, yakni gangguan disiplin, iklim
sosial, iklim sosio-emosional, dan gangguan fisik.
Gangguan
disiplin berkaitan dengan timbulnya pelanggaran terhadap tata tertib kelas.
Sedangkan gangguan sosial adalah gangguan iklim pembelajaran yang berhubungan
dengan adanya hambatan interaksi sosial anak di kelas. Gangguan ini dapat
berupa gangguan interaksi antar anak atau antara anak dan guru. Gangguan antar
anak misalnya anak tidak saling menyapa. Dari sebab masalah ini, gangguan
manajemen yang muncul adalah iklim sosial kelas yang kurang harmonis, ada
gangguan interaksi di antara sejumlah anak di kelas. Sementara itu, gangguan
sosio-emosional berkait dengan iklim sosio psikologis kelas. Misalnya anak
cemas, takut tertekan, tidak ada hubungan batin antar pribadi di kelas sebagai
satu kebutuhan, saling mencurigai, tidak ada komunikasi pribadi yang harmonis.
Selanjutnya,
gangguan fisik kelas berhubungan dengan kondisi fisik dan fisis kelas yang
tidak kondusif. Kondisi fisik yang dimaksud misalnya, setting ruang kelas yang
tidak tepat, susunan kursi yang tidak kondusif, anak duduk berjubel, jendela
kelas yang terbuka sehingga anak mudah terganggu dengan situasi di luar kelas,
sedangkan kondisi fisi kelas yang mengganggu misalnya, udara kelas yang pengap,
panas, dan kurang cahaya (Mercer & Mercer, 1989).
B.
Kebijakan
Penanganan Masalah Dalam Kelas
1.
Masalah
Emosi
Menurut
Hurlock (dalam Mulyadi, 2004 : 23) pengendalian emosi sangatlah penting jika
orang tua menginginkan anaknya mampu berkembang secara normal setidaknya ada
dua alasan mengapa pengendalian emosi penting bagi anak. Pertama, masyarakat
mengharapkan anak untuk mulai belajar mengendalikan emosi dan masyarakat
menilai apakah anak berhasil melakukannya. Anak akan mempelajari ekspresi emosi
yang dapat diterima oleh kelompok bergaulnya dan mana yang tidak diterima oleh
kelompok bergaulnya. Dengan demikian, anak hanya akan menampilkan ekspresi yang
diterima kelompok. Kedua, pola ekspresi emosi termasuk amarah telah dipelajari
oleh anak sejak kecil. Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya,
semakin mudah pula anak mengendalikan emosinya di masa yang akan datang.
Peran
Guru dalam Pengembangan atau Pembelajaran Emosi pada Anak
Terdapat lima cara/
strategi pengembangan emosi pada anak , yaitu:
a. Kemampuan
untuk mengenali emosi diri.
b. Kemampuan
untuk mengelola dan mengekspresikan emosi secara tepat
c. Kemampuan
untuk memotivasi diri
d. Kemampuan
untuk memahami perasaan orang lain
e. Kemampuan
untuk membina hubungan dengan orang lain
2.
Masalah
Perilaku Sosial
Menurut
Peter M. Blau dalam M. Basrowi dan Soenyono (2004:194) perilaku sosial adalah
suatu perubahan aktifitas diantara 11 sekurang-kurangnya dua orang. Jadi
perilaku sosial adalah bentuk aktifitas yang timbul karena adanya interaksi
antara orang dengan orang atau orang dengan kelompok. Perilaku sosial adalah
aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam
rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan
sosial(Hurlock, B. Elizabeth, 1995: 262 ).
Perilaku
sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk
menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001: 22). Sebagai bukti bahwa
manusiadalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat
melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Oleh karena
itu, manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak mengganggu
hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat .
Berdasarkan
uraian diatas perilaku sosial dapat disimpulkan sebagai segala aktifitas
manusia yang merupakan bentuk respon terhadap interaksi yang terjadiantara
remaja dengan orang lain atau kelompok sosial. Perilaku dapat terwujud dalam
gerakan atau sikap dan ucapan. Perilaku seseorang terjadi disebabkan adanya
berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, kebutuhan itu antara lain kebutuhan
seseorang untuk dapat diterima oleh suatu kelompok atau orang lain dan
kebutuhan seseorang untuk menghindar dari penolakan suatu kelompok atau orang
lain.
3.
Masalah
Moral
Perkembangan
moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain,
(Santrok : 287). Sedangkan Gibbs, 2003; Power, 2004; Walker dan Pitts, 1998
(dalam Papalia, Old dan Feldman, 117 :2009) menyatakan bahwa perkembangan moral
merupakan perubahan penalaran, perasaa, dan prilaku tentang standar menganai
benar atau salah. Sementara perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal
yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi
sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan
penyelesaian komplik.
Perilaku
moral berarti perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari kelompok
sosialnya. Moral berasal dari bahsa latin: mores berarti tatakrama atau
kebiasaan. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan
dalam bertingkah laku, dimana anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola
perilaku yang diharapkan oleh masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah perilaku yang gagal menyesuaikan pada harapan
sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial.
Perilaku unmoral adalah
perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya. Perilaku
ini cenderung terlihat pada kanak-kanak. Ketika masih kanak-kanak, anak tidak
diharapkan untuk mengenal seluruh tata krama dari suatu kelompok. Begitu anak
memasuki usia remaja dan menjadi anggota suatu kelompok, anak dituntut untuk
bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan kelompoknya. Tingkah laku yang sesuai
dengan aturan tidak hanya sesuai dengan dasar-dasar yang ditetapkan secara
sosial tetapi juga perlu diikuti secara
suka rela. Hal ini terjadi pada otoritas eksternal maupun internal. Dalam
perkembangan moral kelak anak-anak harus
belajar mana yang benar dan mana yang salah. Kemudian, begitu anak bertambah besar, ia harus tahu alasan mengapa
sesuatu dianggap benar sementara yang lain tidak. Dengan demikian, anak perlu
dilibatkan dalam aktivitas kelompok, tetapi yang terpenting tetap perlu
mengembangkan harapan melakukan mana yang baik dan mana yang buruk.
4.
Masalah
Belajar
Masalah
adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat
sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya
sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa
masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi
diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan
menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat
didefinisikan "Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya".
Menurut
( Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) "Belajar adalah proses tingkah laku
(dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan".
Sedangkan
menurut Gagne (1984: 77) bahwa "belajar adalah suatu proses dimana suatu
organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman". Dari definisi
masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan
sebagai berikut :"Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami
oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan".
Kondisi
tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam
interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar
selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis
berkenaan dengan bahan belajar.
C.
Macam-Macam
Permasalahan Dalam Manajemen Kelas
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang
bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa
masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan
amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan
antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin
mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya.
Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
1. Masalah Individual
Penggolongan
masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang
individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia
akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku,
yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain,mencari kekuasaan, menuntut
balas dan memperlihatkan ketidakmampuan.Keempat tingkah laku ini diurutkan makin
lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang
lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
a. Attention
getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian) : Seorang siswa yang gagal
menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang
saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari
perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif
dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat
onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang
rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada
anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.
b. Powerseeking
behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan) :Tingkah laku mencari
kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari
kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan
pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan
sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada
anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa
sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif
memperlihatkan ketidakpatuhan.
c. Revenge
seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam) :Siswa yang menuntut
balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia
sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan,
penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama
siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan
anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan
mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak
yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif
daripada pasif.Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak
yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan
tidak patuh (suka menetang).
d. Helplessness
(peragaan ketidakmampuan) : Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada
dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya
(yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang
menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah
kegagalan yang terus menerus.Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini
biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri.Sikap
yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat
masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau
perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi
juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
2.
Masalah
Kelompok
Ada
tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
a.
Kurangnya kekompakan : Kurangnya
kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara
para anggota kelompok.Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini.
Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak
sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa
di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga
mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa
tidak saling bantu membantu.
b.
Kesulitan mengikuti peraturan
kelompok : Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi
aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul,
yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.Contoh-contoh masalah ini
ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa
diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu
semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing;
dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
c.
Reaksi negatif terhadap sesama
anggota kelompok : Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila
ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang
tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan
kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok.Anggota
kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk
mengikuti kemauan kelompok.
d.
Penerimaan kelas (kelompok) atas
tingkah laku yang menyimpang :Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku
yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung
anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada
umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan, misalnya
membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru.Jika hal ini terjadi maka masalah
kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok
kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
e.
Kegiatan anggota atau kelompok yang
menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan
atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.Masalah kelompok
anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran
kegiatannya.Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap
hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil
untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu.Contoh yang sering terjadi
ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak
adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan
kekhawatiran.
f.
Kurangnya semangat, tidak mau
bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes. Masalah kelompok yang paling
rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan
kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.Permintaan
penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa
mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat
mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan
contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.Pada umumnya protes dan keengganan
seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka
biasanya jarang terjadi.
g.
Ketidakmampuan menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan.Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar
terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan
kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan
jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain.Apabila hal itu terjadi
sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu
ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai
ancaman terhadap keutuhan kelompok.Contoh yang paling sering terjadi ialah
tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal
biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
D.
Solusi
Dalam Permasalahan Manajemen Kelas
Pendekatan yang dilakukan oleh
seorang guru dalam mengelola kelas akan sangat dipengaruhi oleh pandangan guru
tersebut terhadap tingkah laku siswa, karakteristik, watak dan sifat siswa, dan
situasi kelas pada waktu seorang siswa melakukan penyimpangan. Beberapa
pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan adalah pendekatan larangan dan
anjuran, penghukuman atau pengancaman, penguasaan atau penekanan, pengalihan
atau pemasabodohan, pengubahan tingkah laku, iklim sosio-emosional dan proses
kelompok (Nurhadi,1983:174) .
1.
Pendekatan Larangan dan Anjuran
Pendekatan larangan dan anjuran
adalah pendekatan dalam pengelolaan kelas yang dilakukan dengan memberikan
peraturan-peraturan yang isinya melarang siswa melakukan sesuatu yang
mencemarkan kegiatan proses belajar-mengajar atau menganjurkan siswa untuk melakukan
sesuatu yang mendukung proses belajar-mengajar (Nurhadi,1983:174) .
Larangan dan anjuran ini akan efektif
apabila disusun berdasarkan kontrak sosial, sehingga tidak dirasakan oleh siswa
sebagai pembatasan yang diberikan oleh sekolah, tetapi lebih dirasakan sebagai
kesepakatan bersama yang harus ditaati bersama.
2. Pendekatan Penguatan Tingkah Laku
Pendekatan ini didasarkan atas pandangan bahwa apabila
seorang siswa melakukan tingkah laku yang menyimpang mungkin disebabkan oleh
dua hal, yaitu : siswa itu telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu
atau mungkin siswa justru belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya. Oleh
sebab itu agar siswa tersebut mengetahui tingkah laku yang ia lakukan, maka
setiap tingkah lakunya diikuti dengan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah
laku tersebut. Konsekuensi itu dibuat oleh seorang guru sebagai cara dalam
melakukan pengelolaan kelas (Nurhadi, 1983: 177).
3. Pendekatan Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan ini diangkat dari anggapan dasar bahwa suasana
yang mendukung proses balajar dan mengajar yang efektif merupakan fungsi dari
hubungan yang positif antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa.
Oleh sebab itu, tugas guru dalam mengelola kelas adalah membangun hubungan
interpersonal dan mengembangkan iklim sosio-emosional yang positif di sekolah
(Nurhadi, 1983: 183).
Menurut Nurhadi (1983: 183) kunci utama untuk mengembangkan
iklim sosial emosional yang efektif ada tiga macam yaitu:
a. Guru hendaknya menampilkan dirinya sebagaimana adanya di
hadapan siswa.
b. Guru mempunyai sikap menerima terhadap siswa, yaitu sikap
mempercayai dan menghormati
c. Guru memahami siswa dengan penuh simpati, yaitu dengan penuh
kepekaan terhadap perasaan-perasaan siswa
4. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan proses kelompok didasarkan atas dua macam anggapan
dasar, yaitu bahwa kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu
kelompok kelas. Kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki
ciri-ciri seperti yang dimiliki oleh sistem sosial, lainnya.Dalam hubungannya
dengan kelompok kelas, maka tugas guru dalam mengelola kelas adalah berusaha
mengembangkan dan mempertahankan suasana kelompok kelas yang efektif dan
produktif. Oleh karenanya guru hendaknya mengembangkan dan mempertahankan
kondisi yang menyangkut ciri-ciri kelompok kelas sebagai sistem sosial. Adapun
ciri-ciri yang penting dimiliki oleh kelompok kelas sebagai sistem sosial
adalah harapan, kepemimimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi dan keeratan:
a. Harapan adalah persepsi pada guru dan siswa berkenaan dengan
hubungan mereka
b. Kepemimpinan merupakan tingkah laku yang mendorong kelompok
bergerak ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan
c. Kemenarikan merupakan tingkat hubungan persahabatan diantara
anggota kelompok kelas. Tugas guru dalam pengelolaan kelas menjadi berusaha
memperlihatkan empati, saling pengertian, sikap mendorong teman, saling
menerima dan memberikan kesempatan.
d. Norma adalah suatu pedoman tentang cara berpikir, merasa dan
bertingkah laku yang diakui bersama oleh anggota kelompok.
e. Komunikasi merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya
interaksi kelompok yang bermakna dan memungkinkan terjadinya proses kelompok.
f. Keeratan adalah keeratan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh
kelompok kelas. Yang mendorong terjadinya keeratan itu adalah adanya minat
terhadap tugas-tugas kelompok, saling menyukai dan anggota kelompok merasa
dibantu oleh kelompok kelas (Nurhadi, 1983:184).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang
dilakukan oleh seorang guru dalam mengelola kelas sangat dipengaruhi oleh cara
guru dalam mengenal tingkah laku, karakterisitik, watak, dan sifat
siswa-siswanya ketika siswa-siswa tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan
dalam kelas.
Daftar
Rujukan
Ahmadi,
Abu Dan Tri Prasetya, Joko, Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia,
2005.
Djamarah,
Bahri, Syaiful, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Gulo,
W., Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia, 2002.
Hamalik,
Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, cet. II. Jakarta:
PT
Bumi
Aksara, 2003.
Jamarah,
Syaiful Bahri Dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta,
1996.
Artikelnya bagus
BalasHapusTerima kasih
HapusSangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih
HapusBagus untuk pendidik atau calon guru sd
BalasHapusMaterinya bagus, dan bermanfaat bagi pendidik.
BalasHapusTerima kasih
HapusMaterinya sangat bermanfaat untuk pembaca ran
BalasHapusTerima kasih
Hapusmakalah nya bagus kak sanagat bermanfaat skalii
BalasHapusTerima kasih
Hapusmaterinya bagus
BalasHapusTerima kasih
HapusMaterinya sangat bermanfaat sekali 👍
BalasHapusTerima kasih
Hapus